Connect with us

RAGAM

Kejagung – AKPI Samakan Persepsi  Penguatan Tupoksi

Published

on

JAKARTA  I  KopiPagi : AKPI (Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia) yang dipimpin Ketua umumnya, Imran Nating, Kamis (17/11/2022), menemui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, di kantornya membahas pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi (Tupoksi) guna menambah wawasan untuk menyamakan persepsi dalam penguatan masing-masing lembaga.

Ketua Umum AKPI, Imran Nating, menyampaikan dalam Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Pasal 93 ayat (1) yang menjelaskan tentang perintah penahanan dilaksanakan oleh Jaksa yang ditunjuk oleh Hakim pengawas.

Dia mengungkapkan, kewenangan Jaksa dalam Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2004 tersebut belum dilaksanakan semenjak terbitnya undang-undang.

“Hal ini menjadi sebuah realita untuk nantinya dibahas dalam rancangan undang-undang kepailitan yang baru,” ujar Imran Nating.

Selanjutnya, Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, mengatakan, kewenangan Jaksa dalam pelaksanaan gijzeling (penyanderaan) terhadap debitur pailit tidak bisa dihilangkan dan seharusnya dikaji bersama dalam teknis administrasi pelaksanaan kewenangan Jaksa.

Lalu perlu dipahami gijzeling tidak sama dengan penahanan pidana dan harus disediakan sarana serta prasarana yang memadai.

Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021, Jaksa memiliki kewenangan sebagai pengacara negara di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan di seluruh lingkungan peradilan, baik dalam maupun luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintahan maupun kepentingan umum.

Kapuspenkum mengatakan, gijzeling memiliki 2 jenis yakni pertama berdasarkan penetapan pengadilan yang diminta oleh pejabat dalam hal ini Jaksa, kemudian yang kedua adalah gijzeling yang melekat pada peraturan perundang-undangan

Salah satunya tentang pajak. Gijzeling adalah proses administratif dan tidak termasuk dalam proses penegakan hukum dalam arti pidana tetapi lebih kepada proses administrasi perdata, dan gijzeling menjadi bagian dari proses mediasi untuk mencapai kesepakatan win-win solution terhadap kondisi dan persyaratan yang ditentukan terhadap pihak yang disandera.

“Bisa dilakukan restrukturisasi, reconditioning persyaratan pembayaran, dan reschedule terhadap pembayaran tergantung dari komunikasi yang dibangun oleh kedua belah pihak. Kenapa dilakukan gijzeling? Karena ada beberapa aset yang disembunyikan dimana seharusnya bisa dilakukan untuk pembayaran. Tetapi biasanya aparat menduga ada aset-aset yang masih disembunyikan atau dialihkan kepada pihak lain dalam proses administrasi pembayaran,” terang Ketut Sumedana. *Kop.

Pewarta : Syamsuri.

Exit mobile version