Connect with us

HUKRIM

Korupsi Menggerogoti dan Menghambat Pelaksanaan Pembangunan Nasional

Published

on

KopiOnline JAKARTA, – Tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang menggerogoti dan menghambat pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga penanggulangan dan pemberantasannya diprioritaskan.

“Tentunya dengan menerapkan berbagai peraturan yang terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga dapat melahirkan pertanggungjawaban pidana yang adil dan berkepastian hukum,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Dr Mia Amiati SH MH, dalam percakapannya dengan wartawan di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Mia, tindak pidana korupsi bukan hanya masalah hokum tetapi telah menjadi persoalan konomi, budaya dan politik. Sebagaimana dikemukakan oleh Susan Rose-Ackerman, aspek ekonomi dari korupsi antara lain pembayaran yang mempersamakan penawaran dan permintaan, suap sebagai insentif pembayaran untuk birokrat, suap untuk mengurangi biaya, kejahatan dan Korupsi yang terorganisir, pembayaran untuk memperoleh kontrak dan konsesi besar kepada pejabat tinggi.

Dari aspek budaya antara lain korupsi merupakan patronase dengan wujud upeti, hadiah dan suap. “Sedangkan dari aspek politik antara lain kleptokrasi, monopoli bilateral dan negara-negara yang didominasi mafia dan suap kompetitif,” kata Mia.

Dengan perkataan lain, tambah Mia, korupsi sudah terjadi dan dilakukan dalam berbagai dimensi pelaku dan lingkup antar negara. Meningkatnya tindak pidana korupsi sejak orde lama, orde baru dan orde reformasi yang melahirkan pengelolaan anggaran yang desentralisasi, apabila tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya tetapi dapat menimbulkan berbagai kelemahan kehidupan generasi yang akan datang.

“Seperti kolusi anggaran antara legislatif dengan eksekutif demi persetujuan dan pencairan anggaran untuk memperoleh komisi, kemudian kolusi antara penegak hukum dengan eksekutif agar proyek mark up tidak diungkap dengan membagi saham proyek,” tutur Mia.

Mia lalu mengungkapkan bahwa Eeduardo Vetere, Director Division of Treaty Affairs United Nation Office on Drugsand Crime dan Executive Secretary Eleventh United Nation Congress on Crime Preventionand Criminal Justice (Direktur Urusan Perjanjian Divisi Kejahatan dan Obat-obatan PBB serta Sekretaris Eksekutif Kongres Kesebelas Pencegahan Kejahatan PBB) dalam kata sambutannya kepada Delegasi RI yang aktif terlibat dalam pembahasan Convention Against Corruption dan kepada Koordinator Forum 2004 menyatakan akibat dari korupsi antara lain dampak yang terbesar adalah kemiskinan.

“Korupsi juga dapat mengancam prospek investasi ekonomi, yang mempengaruhi semua jenis perusahaan baik besar atau kecil, multinasional atau lokal, korupsi disadari merugikan dunia usaha, yaitu mempersulit peraturan ekonomi pasar bebas dan persaingan ekonomi yang sah,” katanya.

Dijelaskan Mia, bentuk-bentuk kerugian keuangan Negara tersebut antara lain pengeluaran suatu sumber atau kekayaan negara atau daerah (dapat berupa uang, barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan, pengeluaran suatu sumber atau kekayaan negara atau daerah lebih besar dari yang seharusnya menurut kriteria yang berlaku, hilangnya sumber atau kekayaan negara atau daerah yang seharusnya diterima (termasuk di antaranya penerimaan uang palsu, barang
fiktif).

Selain itu, penerimaan sumber atau kekayaan negara atau daerah lebih kecil atau rendah dari yang seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak dan kualitasnya tidak sesuai).

Di sisi lain, terang Mia, timbulnya suatu kewajiban negara atau daerah yang seharusnya tidak ada, timbulnya suatu kewajiban negara atau daerah yang lebih besar dari yang seharusnya, hilangnya suatu hak negara atau daerah yang seharusnya dimiliki atau diterima menurut aturan yang berlaku dan hak negara atau daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima.

“Dengan demikian cukup banyak kerugian yang diderita negara dan tentunya menjadi kerugian masyarakat pula dan seharusnya dalam upaya pemberantasan tindak pidana Korupsi dapat dipetakan semua pelaku korupsi dalam segala posisi tentunya untuk mempertanggungjawabkan secara pidana,” tandas Mia.

Terkait dengan kejahatan korupsi tersebut, Mia selaku Kajati Riau yang membawahi 12 kantor kejaksaan negeri (kejari) menghimbau kepada para kajari (kepala kejaksaan negeri) beserta jajarannya untuk dapat bersikap lebih peka lagi terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi yang akan mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara atau daerah. Syamsuri

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version