Connect with us

POLKAM

Ini Penjelasan BNPT : Terkait Polemik 198 Pesantren Terafiliasi Jaringan Terorisme

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar yang menyebutkan ada 198 Pondok pesantren (Ponpes) di Indonesia yang terindikasi terafiliasi dengan jaringan terorisme, menyulut reaksi dari pelbagai elemen organisasi masyarakat. Untuk itu beberapa pihak mendesak BNPT untuk terbuka seputar data Ponpes yang terafiliasi agar tidak menimbulkan kecemasan.  

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid

Merespon reaksi dan polemik yang terjadi di tengah masyarakat, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu (30/01/2022), menegaskan bahwa pengungkapan data 198 Ponpes di Indonesia yang terafiliasi jaringan teroris oleh BNPT bukanlah bentuk Islamofobia.

“Karena itulah, sangat tidak benar dan tidak beralasan narasi tuduhan terhadap BNPT yang seolah menggeneralisir dan menstigma negatif terhadap pondok pesantren yang ada di Indonesia, apalagi menuduh data tersebut bagian dari bentuk Islamofobia,” kata Ahmad dalam keterangan resminya yang dikutip, Minggu (30/01/2022).

Seperti diketahui polemik dan reaksi keras itu muncul ketika Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar menyebutkan hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Selasa (25/01/2022).

Disebutkan, ada 11 pondok pesantren yang terafiliasi Jamaah Anshorir Khalifah, 68 terafiliasi Jamaah Islamiyah, dan 119 terafiliasi Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS. Pernyataan itu langsung ditanggapi sebagian kecil kalangan dengan menggeneralisasi seolah BNPT anti-pesantren, bahkan ada pula yang menuduh itu narasi islamofobia.

“Tentu hal ini perlu dijernihkan agar masyarakat tidak terbawa narasi yang selalu memframing berbagai kebijakan untuk meningkatkan deteksi dini dan kewaspadaan dalam pengertian yang negatif,” kata Ahmad.

Menurut dia sejatinya data yang disampaikan Kepala BNPT tersebut harus dibaca sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja sebuah institusi di depan anggota dewan yang mempunyai tugas pencegahan radikal terorisme.

Ia menjelaskan data tersebut merupakan hasil kerja pemetaan dan monitoring dalam rangka pencegahan radikal terorisme. Hal itu untuk memberikan peringatan dan meningkatkan kewaspadaan bagi semua stakeholder.

Apalagi, kata Nurwakhid, sebagai lembaga koordinator, BNPT telah menerapkan kebijakan dan strategi “pentahelix” atau multi pihak dengan merangkul dan melibatkan lima elemen bangsa. Multi pihak tersebut yakni pemerintah melalui kementerian/lembaga, komunitas melalui organisasi kemasyarakatan termasuk pondok pesantren, akademisi melalui pelibatan dosen, mahasiswa dan pelajar.

Kemudian, dunia usaha melalui pelibatan perusahaan baik BUMN maupun swasta, dan media melalui pelibatan insan media baik cetak, elektronik dan digital.

“Dengan pendekatan multi pihak tersebut, kebijakan dan program pencegahan yang dilakukan oleh BNPT dibangun atas prinsip simpatik, silaturahmi, komunikatif dan partisipatif dengan seluruh elemen bangsa,” kata Nurwakhid.

Ia menegaskan hal itu diperkuat bahwa landasan kerja BNPT dilandasi dengan nilai dasar (core velue) yang menjadi pegangan, yaitu akronim dari BNPT (berintegritas, nasionalisme, profesionalisme, terpuji).

“Karena itulah, sangat tidak benar dan tidak beralasan adanya narasi tuduhan terhadap BNPT yang seolah menggeneralisir dan menstigma negatif terhadap pondok pesantren yang ada di Indonesia, apalagi menuduh data tersebut bagian dari bentuk Islamofobia,” ucapnya.

Nurwakhid menjelaskan dalam pelaksanaan program BNPT telah melibatkan para tokoh agama melalui forum gugus tugas pemuka agama BNPT. Dalam konteks pelibatan pesantren, BNPT telah melakukan silaturahmi kebangsaan dengan mengunjungi pesantren di berbagai wilayah di Indonesia secara berkala.

“Agar tidak keluar dari substansi dan tujuan data itu disampaikan, saya ingin menegaskan data tersebut harus dibaca sebagai upaya peningkatan deteksi dini dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya radikalisme terorisme yang telah melakukan infiltrasi dan kamuflase di tengah masyarakat dalam beragam bentuk dan kanal,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa berdasarkan data di Kementerian Agama jumlah pondok pesantren di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 27.722. Artinya, kata dia, 198 pesantren yang terindikasi terafiliasi jaringan terorisme tersebut hanya sekitar 0,007 persen yang harus mendapatkan perhatian agar tidak meresahkan masyarakat.

Keberadaan itu justru akan mencoreng citra pesantren sebagai lembaga khas nusantara yang setia membangun narasi Islam rahmatan lil alamin dan wawasan kebangsaan.

MUI Kritisi BNPT

Sementara itu, sebelumnya Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan mempertanyakan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyebut ratusan pondok pesantren terafiliasi jaringan teroris di Indonesia.

“Atas dasar apa pendataan tersebut, apa metodologinya, apakah merupakan hasil kajian resmi BNPT? Banyak pihak mempertanyakan informasi tersebut,” kata Amirsyah dalam keterangannya, Kamis (27/01/2022).

Amirsyah mengatakan pemaparan BNPT berpotensi menimbulkan keresahan bagi masyarakat sekitar. Tak hanya itu, paparan BNPT justru akan membuat masyarakat kurang aman dan nyaman.

“Mestinya BNPT melakukan preventif bersama lembaga terkait, sehingga tidak muncul info ini di publik,” ucapnya.

Amirsyah mengaku terkejut membaca data yang dimiliki BNPT itu. Dia meminta agar BNPT menjelaskan ke publik agar tidak menimbulkan stigma negatif terutama pondok pesantren.

Ia mengatakan kelompok terorisme juga ada pada kelompok Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua. Namun tidak pernah diungkap ke publik sebagai kelompok terorisme.

“Jadi jangan seolah-olah kelompok pesantren yang disasar. Ini sikap yang tidak mencerminkan keadilan sesuai Pancasila sila ke empat Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata dia.

Di sisi lain, Amirsyah menilai MUI selama ini telah melakukan upaya penyebaran Islam wasathiyah. Salah satunya dengan moderasi beragama sesuai prinsip keadilan dan kesetaraan untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

BNPT Diminta Terbuka

Dalam kesempatan lain, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mendorong Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar terbuka soal pesantren-pesantren yang diduga terafiliasi dengan kelompok teroris, karena akan membuat kecurigaan dan ketidaktentraman di masyarakat.

“Supaya jelas masalahnya BNPT sebaiknya sebut saja nama-nama dari pesantren yang katanya terafiliasi dengan terorisme tersebut,” ujar Anwar Abbas saat dihubungi dari Jakarta, Kamis kemarin.

Waketum MUI Dr. H. Anwar Abbas. Foto – Ist

Buya Anwar mengatakan pesantren-pesantren yang dicurigai itu harus diberi ruang untuk menjelaskan perihal tuduhan dari BNPT dan di saat yang bersamaan dilakukan pengujian apakah terlibat jaringan teroris atau tidak. Sebab, jika dibiarkan hanya menjadi sekadar isu bahwa ada ratusan pesantren terafiliasi terorisme, akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan santri tidak bisa tenang dalam menuntut ilmu.

“Kalau seandainya BNPT menyatakan sebuah pesantren itu salah, mari kita uji kesimpulan BNPT tersebut secara bersama-sama untuk mengetahui betulkah pesantren tersebut telah berbuat salah atau tidak dan itu kita lakukan saja secara terbuka,” kata dia.

Menurutnya, lewat pengujian akan membuat dugaan-dugaan menjadi terang-benderang apakah memang terafiliasi atau tidak. Dengan begitu, masyarakat tidak akan khawatir menyekolahkan anaknya di pesantren.

“Bila hal ini sudah bermunculan di tengah masyarakat tentu hal ini akan menimbulkan dampak yang buruk bagi dunia pendidikan pesantren. Sehingga hal ini akan bisa membuat orang tua takut memasukkan dan menyekolahkan anaknya ke pesantren dan hal ini tentu jelas tidak kita inginkan dan harapkan,” kata dia.

PPP Tantang BNPT : Buka Identitas 198 Ponpes 

Sementara itu dalam kesempatan berbeda, Sekertaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi mendesak BNPT untuk membuka data pesantren-pesantren yang dituding terafiliasi dengan gerakan terorisme.

BNPT harus membuka data kepada publik nama-nama 198 ponpes yang dinilai berafiliasi dengan gerakan terorisme,” tegas politisi yang akrab disapa Awiek kepada wartawan, Minggu (30/01/2022).

Sekertaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi-Net

Dengan adanya transparansi yang dilakukan BNPT, masyarakat tidak akan menaruh curiga terhadap lembaga anti terorisme itu. Pasalnya, jika BNPT tidak membuka data pesantren akan mengganggu proses belajar mengajar yang ada di pondok pesantren akibat dari pernyataan tersebut.

“Transparansi data tersebut penting untuk menghindari kecurigaan antar sesama pesantren yang dapat mengganggu keberlangsungan pendidikan dilembaga tersebut,” katanya.

Jika BNPT tidak terbuka, Ketua DPP PPP tersebut khawatir penyataan BNPT itu sebagai fitnah. Pasalnya, sejauh ini yang dirasakannya pondok pesantren kerap mengajarkan ajaran Islam sebagai pemersatu bangsa.

“Ketidakterbukaan data dari BNPT berpotensi melahirkan justifikasi publik bahwa pesantren menjadi bibit teroris. Padahal, faktanya mayoritas pesantren mengajarkan Islam Rahmatan lil’alamin bukan mengajarkan terorisme,” katanya.

Dia menambahkan dengan adanya transparansi dari BNPT terkait data pondok pesantren yang terafiliasi dengan teroris semata-mata untuk menghindari fitnah belaka yang justru menjerumuskan dunia santri di Indonesia.

“Pembukaan data kepada publik juga menghindari fitnah di masyarakat terhadap keberlangsungan pesantren. Padahal pesantren sdh ratusan tahun mengabdi kepada masyraakat dalam rangka peningkatan kecerdasan umat, jauh sebelum Indonesia merdeka,” tandasnya. Ist/cnn/ant/Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2024 Koran Pagi Online - koranpagionline.com