Connect with us

REGIONAL

“Historia Salatiga,” Pusatnya Informasi ‘Salatiga Tempo Doeloe’ Mulai Diminati

Published

on

KopiOnline SALATIGA,- Sejak diresmikan oleh Walikota Salatiga Yuliyanto SE MM pada Selasa (23/07/2019) lalu, hingga sekarang “Historia Salatiga” telah banyak dikunjungi masyarakat dari berbagai status, profesi, pekerjaan dan lainnya maupun bukan hanya datang dari Kota Salatiga sendiri.

Bangunan rumah di Jalan Sonotirto No 654 Pancuran, Kel Kutowinangun Lor, Kec Tingkir, Salatiga, dengan luas 169 meter persegi ini, sengaja dikemas sedemikian rupa dan didalamnya menyuguhkan kemasan “Salatiga Tempo Doeloe”.

Eddy Supangkat (58), penggagas Historia Salatiga menjelaskan, bahwa rumah yang kini “disulap”menjadi “pusatnya” informasi Salatiga Tempo Doeloe ini, dulunya adalah rumah milik orangtuanya. Rumah ini berdiri tahun 1938 silam dan awalnya hanya berdindingkan papan dan gedeg (dari bambu). Tahun 1960, direnovasi dengan dinding tembok dan tahun 2007 kembali dilakukan renovasi dan sampai sekarang bangunan rumah telah permanen dan kokoh. Itulah, rumah milik almarhum Mbah Parto Slamet, ayah kandung Eddy Supangkat (tokoh pemerhati Salatiga Tempo Doeloe). Rumah ini dikenal dengan nama “nDalem Sonotirto” yang akhirnya menjadi ‘markas besar’ Historia Salatiga.

“Historia Salatiga sendiri dikemas dengan nuansa ‘Salatiga Tempo Doeloe’,  yang didalamnya disajikan ratusan foto hitam putih Salatiga Tempo Doeloe pada dinding dalam rumah. Juga, souvenir khas Salatiga yaitu ‘kaos’ yang bergambar dengan tema Salatiga Tempo Doeloe. Selain itu, disediakan berbagai buku tentang Salatiga, yang dapat dibacanya saat berkunjung di Historia Salatiga ini. Namun, jika pengunjung berminat membeli buku tersebut, saya sudah menyiapkannya,“ jelas Eddy Supangkat kepada koranpagionline.com, Jumat (22/05/2020).

Mengapa diberikan nama Historia Salatiga, Eddy beralasan karena rumah peninggalan orangtuanya itu sangat bersejarah. Dengan telah dibukanya secara resmi oleh Walikota Salatiga (saat itu), akhirnya Historia Salatiga ini dibuka untuk umum. Selain dapat melihat ratusan foto Salatiga Tempo Doeloe, buku-buku tentang Salatiga para pengunjung juga dimanjakan dengan disediakannya tiga kamar tidur sebagai tempat istirahat jika memang akan menginap. Nahkan, nama tiga kamarnya itu diambilkan dari nama tiga hotel yang pernah berdiri di Kota Salatiga.

“Untuk tiga kamarnya, saya beri nama hotel yang pernah berdiri di Salatiga yaitu “Kamar Kalitaman, Kamar Berg En Del, dan Kamar Blommestein”. Khusus, kamar dengan nama ‘Berg En Del’ itu, merupakan kamar dimana saya dulu dilahirkan dari rahim ibu kandung saya,” katanya.

Dari dasar cerita ‘Sang Eyang’ maupun orangtuanya, rumah bersejarah yang sekarang menjadi Historia Salatiga ini merupakan rumah pertolongan. Pasalnya, Eyang Kakung (Simbah) dulunya memang terkenal suka menampung dan berbagi kepada sanak saudara yang sedang kesusahan atau membutuhkan pertolongan. Ke depannya, Historia Salatiga ini diharapkan akan menjadi tempat berbagi banyak hal tentang Salatiga Tempo Doeloe maupun Salatiga yang sekarang kepada masyarakat.

Ditambahkan, meski dirinya sudah mempunyai koleksi foto-foto Salatiga Tempo Doeloe, namun apabila siapa saja yang memiliki foto-foto Salatiga Tempo Doeloe (mungkin berbeda) dapat bekerja sama dengannya. Diakuinya, masih banyak dokumen atau foto Salatiga Tempo Doeloe yang masuk dalam koleksinya.

“Jika ada warga yang memiliki foto Salatiga Tempo Doeloe, dan merasa kesulitan merawatnya dapat kerjasama dengan saya. Foto-foto itu dapat menambah koleksi dan akan tetap disajikan pada Hostoria Salatiga. Bagi pengunjung,  yang demen narsis juga saya siapkan ‘foto booth’ yang berada di belakang rumah. Latar belakangnya adalah foto bis legendaris Salatiga yaitu bus ‘Esto’ dan bus ‘Adam’. Dua bis hingga kini sudah dikenal sebagai bis bersejarah di Salatiga,” ujar Eddy, yang tinggal di Jalan Timor No 52.A Magersari, Kel Tegalrejo, Kec Argomulyo, Kota Salatiga.

Mengapa dua bis itu sangat bersejarah, karena almarhum Mbah Parto Slamet, ayah kandungnya adalah sopir bis Esto dan Adam. Dan sebagai sopir bus yang telah melampaui tiga zaman yaitu zaman Belanda, Jepang serta Indonesia Merdeka. Eddy Supangkat, yang juga sebagai pencipta lagu-lagu khusus dan khas tentang Salatiga ini, dirinya merasa yakin jika “ide gilanya” yang kesekian kalinya ini ternyata diterima masyarakat Salatiga.

Warga Salatiga ataupun dari luar Salatiga yang berkunjung di Historia Salatiga sengaja dibuat senang dan tidak mudah jenuh atau bosan. Bukan itu saja, pengunjung juga dibuat senang dengan menyusuri jalan/gang menuju Historia Salatiga, dihadapkan dengan aneka bentuk dan ragam lukisan karya “Anak Pancuran”. Lukisan tersebut tersaji pada tembok dipinggir sungai yang sudah nampak bersih airnya. Heru Santoso. 

Eddy Supangkat, penggagas Historia Salatiga.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version