Connect with us

TIPIKOR

Buron Setahun, Kim Johannes Mulia Bos Intra Asia Corpora Ditangkap Kejaksaan

Published

on

KopiOnline Jakarta,- Tim intelijen gabungan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama dengan tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, akhirnya berhasil membekuk terpidana Kim Johanes Mulia, Direktur Utama PT. Detta Marina, saat bersantai di Hotel Arya Duta Semanggi, Jakarta Selatan.

“Setelah dilakukan penangkapan, selanjutnya oleh Jaksa Kejari Jakarta Pusat dieksekusi dengan dimasukan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Salemba Jakarta Pusat untuk menjalani hukuman selama 2 tahun penjara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Mukri SH MH, kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Menurut Mukri, terpidana Kim Johanes Mulia dinyatakan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak bulan Oktober 2018 oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 727 K/PID/2018 tanggal 05 September 2018.

Terpidana Kim Johanes Mulia telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan dan dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun.

Perbuatan terpidana Kim Johanes Mulia mengakibatkan Adang Bunyamin mengalami kerugian sebesar Rp 31,5 miliar. “Kim Johanes Mulia merupakan buronan ke 119 di tahun 2019 yang ditangkap Kejaksaan,” tutur Mukri.

Kim Johanes Mulia adalah direktur utama Intra Asia Corpora, perusahaan investasi yang menaungi antara lain Asuransi Mitra Asia. Dia dikenal sebagai pengusaha kontroversial karena beberapa kali terlibat dalam skandal keuangan besar di Indonesia.

Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, Kim Johanes tercatat pernah membeli perusahaan tekstil Detta Marina (1994). Perusahaan itu penuh utang karena ekspansif membeli mesin-mesin baru. Karena pasar tekstil terus memburuk, kredit yang diperoleh dari Bapindo (dimerger dengan beberapa bank BUMN dan menjadi Bank Mandiri) akhirnya macet.

Saat itulah Kim jadi mengambil alih Detta Marina. Dia menemui Pande Lubis kepala cabang Bapindo Rasuna Said, Jakarta. Waktu itu, Kim mengaku mendapat pesanan ekspor dari dua perusahaan di Singapura, yakni Vesture Marketing dan Luigi Trading. Kim meminta agar Detta Marina kembali diberi pinjaman berupa kredit lunak eskpor. Singkat kata, Bappindo akhirnya mengucurkan Rp 32 milyar kepada Kim.

Karena berupa kredit ekspor, Kim hanya diwajibkan mengangsur pinjaman dengan bunga tiga persen per tahun. Itu berbeda dengan bunga kredit di luar ekspor yang mencapai delapan persen. Namun diketahui belakangan, dua perusahaan di Singapura yang disebutkan Kim ternyata fiktif.

Kejaksaan Agung saat itu sempat menjadikan Kim sebagai tersangka. Dia bukan saja dianggap menikmati kredit Rp 32 milyar, tapi juga dituding menikmati selisih bunga lima persen dari kredit yang diperolehnya. Karena dibela pengacara Adnan Buyung Nasution, Kim bebas dengan alasan uang negara telah dikembalikan.

Pada 1997 nama Kim muncul kembali saat dituding terlibat penerbitan surat utang untuk Bank Artha Prima milik Made Oka Masagung (PT Gung Agung) senilai kurang lebih Rp 1 trilyun. Surat-surat utang itu bukan saja tidak ada jaminannya (kredit) melainkan juga baru dibukukan setelah akan jatuh tempo. Made Oka dan Kim diseret ke pengadilan, tapi keduanya bebas murni.

Di era reformasi, Kim juga menjadi pemberitaan karena tersangkut perkara korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 5 triliun. Kim dituding terlibat membuat surat fiktif dari Direktur Utama Bank Bali, Rudy Ramli.
Surat itu berisi bantahan dari Rudy tentang keterlibatan orang-orang dekat Presiden B.J. Habibie, antara lain seperti A.A Baramuli dalam kasus hak tagih Bank Bali.

Di depan anggota DPR, Rudy mengaku surat bantahan itu bukan dia yang membuat dan berbeda dengan catatan hariannya. Rudy pula yang menceritakan, Kim terlibat dalam pembuatan surat bantahan fiktif itu.

Bersama Baramuli, Kim dituduh kecipratan dana hak tagih Bank Bali melalui PT Indowood Rimba Pratama sebesar Rp 5 milyar. Waktu itu Kim mengaku menerima uang tersebut sebagai pembayaran jual-beli valuta asing dengan Joko S. Tjandra. Lalu Kim pula yang membeli beberapa perusahaan Baramuli di bawah bendera Poleko Group, walaupun di sana menumpuk kredit macet yang cukup besar.

Tahun 2001, nama Kim mencuat karena digugat pailit oleh mantan kreditornya, Irie Lumber di Jepang dan Century Wood Product di Singapura. Kim dianggap wanprestasi Rp 5,2 milyar. Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2024 Koran Pagi Online - koranpagionline.com