Connect with us

LIFE

ANTARA GANGGA, ANCOL DAN PANGANDARAN

Published

on

Okeh : Suryansyah

KopiPagi | JAKARTA : Saya tidak kaget membacanya. Ancol diserbu! Pantai Pangandaran membludak. Berubah jadi lautan manusia. Itu biasa. Begitu tradisi Lebaran. Tiap tahun. Semua tempat wisata pasti banjir pengunjung. Ancol, Taman Mini, Margasatwa Ragunan dan lainnya. Masyarakat merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa.

Tapi dalam dua Lebaran terakhir jadi tidak biasa. Imbas dari pandemi Covid-19. Semua sendi kehidupan terpapar. Jadi berantakan. Digerogoti virus yang bersumber dari Wuhan, Cina.

Indonesia pertama kali mengkonfirmasi kasus Covid-19 pada Senin 2 Maret 2020. Presiden Jokowi sendiri yang mengumumkan.

Mitos Indonesia ‘kebal’ Corona pun patah. Saat itu tercatat sudah 50 negara mengkonfirmasi terserang kasus Covid-19.

Kini situs worldometers.info tertulis sudah 222 negara dikepung Covid-19. Amerika memimpin puncak klasemen. Kasus terkonfirmasi sebanyak 33.775.876 jiwa. Tingkat kematian 601.348 orang.

Indonesia termasuk tinggi. Peringkat 18 dunia, 3 Asia setelah Iran dan India. Total hingga Kamis (20/05/2021) berjumlah 1.753.101 jiwa. Kasus kematian 48.669 dan 1.616.603 orang dinyatakan sembuh.

Catatan tersebut membuat saya ‘bergidik’ jika melihat fenomena Ancol dan Pangandaran. Bahkan trending topic di media sosial. Jumat-Sabtu 14-15 Mei 2021.

Kamis (13/05/2021) jumlah pengunjung Pantai Ancol 30 ribu orang. Sehari kemudian 40 ribu. Itu sudah dibatasi hanya 30% dari kapasitas maksimal. Yakni 40 ribu dari normalnya 120.000 orang. Alamaaaak….

Pemerintah memang mengizinkan tempat wisata dibuka pada Lebaran. Tapi dengan catatan tetap menjaga protokol kesehatan yang ketat.

Sebenarnya tidak terlalu sulit mendeteksi pegerakan masyarakat di tempat wisata. Asalkan semua pihak benar-benar komitmen menaati peraturan.

Tapi, fakta di lapangan tidak semudah peraturan di atas kertas. Terkadang peraturan yang berubah-ubah juga membingungkan masyarakat. Akibatnya bebagai alasan jadi pembenaran.

Masyarakat rela berpanas-panasan di pintu masuk. Antre panjang. Mereka ‘bertarung’ demi hiburan bermain air. Tak ada protokol kesehatan yang ketat. Bahkan tidak sedikit yang tanpa masker.

Petugas di lapangan juga tak seheboh penanganan mudik yang jelas dilarang. Polisi, TNI, Satpol PP serta lainnya tumpah saat penyekatan di ruas jalan. Bertolak belakang dengan di tempat wisata. Mereka baru heboh setelah warganet berteriak di medsos.

Manajemen Ancol cerdas. Buru-buru menutup pintu masuk. Prokes diperketat saat dibuka kembali pada 18 Mei 2021. Wartawan diundang jadi saksi penerapan prokes. Ancol tak ingin jadi Sungai Gangga.

Setali tiga uang dengan pantai Pangandaran, Jawa Barat. Lautan manusia tumpah. Prokes diabaikan. Video yang diunggah warganet membandingkan dengan Sungai Gangga sebelum terserang Tsunami Covid-19.

“Ini Pantai Pangandaran lebih padat dari Ancol.. Lebih mirip yang di India..” cuit @Paltiwest di Twitter pada Sabtu (15/05/2021) sore.

Momen Lebaran di Indonesia bisa saja disamakan dengan rangkaian Kumbh Mela di India meskipun tidak sepenuhnya sama.

Unggahan warganet disertai dengan foto-foto perbandingan antara situasi pantai Ancol dengan Sungai Gangga. Ambil positifnya. Kritikan itu sebagai masukan. Bukan hanya untuk Ancol dan Pangandaran. Tapi semua tempat wisata di Bumi Nusantara ini.

Covid-19 di negeri Bollywood kontan meroket sejak tragedi Sungai Gangga. Total infeksi Covid-19 di India melewati 25,2 juta kasus pada Selasa (18/05/2021).

Jumlah ini naik setelah muncul 263.045 infeksi baru dan kasus kematian menjadi total 278.757, naik 4.329 kasus selama 24 jam terakhir.

Ilmuwan dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, DR Soumya Swaminathan, menyebut angka infeksi Covid-19 di India kemungkinan besar jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan resmi oleh pemerintah India.

Badai infeksi Covid-19 menghantam negara berpopulasi1,3 miliar jiwa itu. Benar-benar sangat buruk. Padahal sebelumnya sempat dipuji. India negara pertama yang melakukan vaksin 1 juta per hari.

Kini India menyodok ke peringkat kedua dunia untuk kasus terkonfirmasi Covid-19.

WHO mengatakan, pertemuan massal, rendahnya tingkat vaksinasi, dan adanya varian baru virus Corona yang lebih menular menyebabkan kasus Covid-19 di India melonjak.

WHO menyebutkan, kombinasi ketiga penyebab tersebut menjadi “badai sempurna” yang membuat gelombang kedua Covid-19 yang mematikan di India.

Kasus di India jadi pembelajaran. Terlebih Indonesia saat ini peringkat 18 dunia dengan kasus terkonfirmasi Covid-19.

Guyonan “peraturan dibuat untuk dilanggar” sepertinya sudah menjadi kebiasaan buruk masyarakat Indonesia. Memang tidak semuanya begitu. Tapi fenomena yang kita lihat sehari-hari tak bisa dipungkiri.

Pada dasarnya aturan yang dibuat untuk menciptakan keteraturan dalam kehidupan bersama bukan untuk dilanggar. Mari kita saling mengingatkan untuk patuhi prokes yang diterapkan pemerintah. Termasuk pemerintah sendiri sebagai pembuat peraturan.

Jangan jadikan Indonesia sebagai India. Jangan mensulap Ancol dan Pangandaran menjadi Sungai Gangga. Meminjam pesan Mathama Ghandi: Harta sejati adalah kesehatan. Bukan emas dan perak. ***

Penulis Adalah : Sekjen Siwo PWI Pusat

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2024 Koran Pagi Online - koranpagionline.com