Connect with us

HUKRIM

5 Perkara Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan Keadilan Restoratif

Published

on

JAKARTA | KopiPagi : Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan penuntutan 5 perkara pidana umum berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).

Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, Rabu (10/01/2024) menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana.

Kelima perkara itu adalah :

1. Tersangka Alkausar bin Alm. Ubit Ibrahim dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, yang disangka melanggar Pasal 312 Jo. Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Tersangka Samsul Bahri alias Acul bin Ismail dari Kejaksaan Negeri Gayo Lues, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

3. Tersangka Agustinus Kombongkila alias Tinu dari Kejaksaan Negeri Parepare, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

4. Tersangka Labuang bin Baso dari Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

5. Tersangka Sarjuna alias Juna alias Malla bin Syarifuddin dari Kejaksaan Negeri Sidenreng Rappang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. *Kop.

Editor : Syamsuri.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version