Connect with us

MARKAS

Ketua DPRD Sulsel, HM. Roem: Badan Kehormatan Harus Kuat, Bila Perlu dari Eksternal Dewan

Published

on

KopiOnline Makassar,– Pemilihan Umum Legislatif, baik untuk Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota tidak untuk menjaring anggota yang berkualitas. Oleh sebab itu, tidak ada jaminan bahwa anggota yang terpilih adalah orang-orang terbaik dan berkualitas.

“Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada para anggota dewan yang baru terpilih, kenyataannya pemilihan umum memang tidak menjaring anggota yang berkualitas,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan, H. Mohammad Roem, SH, M.Si, saat diwawancarai otonominews secara khusus di ruang kerjanya di Makassar, Minggu (08/09/2019).

Dikatakan Roem, ada hal yang tertinggal dari partai-partai politik saat ini, yakni tidak mempersiapkan kader-kader terbaiknya untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR.

“Ini menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Dalam Negeri agar bisa memberi bekal kepada anggota yang akan dilantik. Khususnya untuk anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota,” kata Roem.

Lebih jauh dia menjelaskan, saat ini ada program pemberian pelatihan oleh Kemendagri bagi anggota-anggota dewan terpilih sebelum dilantik.

”Menurut saya, Kemendagri jangan hanya sekedar memberi pelatihan biasa, tetapi mereka juga harus diberi pendalaman terhadap fungsi-fungsi DPR seperti fungsi anggaran, fungsi legislasi, terutama fungsi pengawasan. Agar mereka bisa melaksanakan tugas dan fungsi dewan secara lebih baik,” terangnya.

Mohammad Roem mengatakan, anggota DPR yang baru terpilih memang harus diberi perhatian lebih. Alasannya, kata Roem, saat ini kembali marak operasi tangkap tanggan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap para pejabat, baik kepala daerah maupun anggota DPR.

Roem mengaku sadar bahwa biaya politik saat ini memang semakin tinggi. Akan tetapi, katanya, tahun-tahun terakhir masa kepemimpinannya, sudah ada peningkatan dari segi tunjangan-tunjangan untuk anggota dan kesejahteraan anggota sudah lebih baik.

“Dibanding yang dulu, kesejshteraan anggota DPRD sekarang sudah lebih baik. Kalau dulu malah nombok. Saya bisa bicara seperti ini, karena saya sudah tiga periode di DPRD. Kalau pada akhirnya ada yang kena OTT, malu juga. Tidak bisa hanya diingatkan sekali atau dua kali. Bagaimana masa depan negara ini kalau terus menerus seperti itu,” terangnya.

 Namun demikian, lanjutnya, meski tunjangan-tunjangan untuk anggota sudah lebih baik, toh masih banyak anggota yang malas masuk kantor. Hal itu, kata dia, juga perlu mendapat perhatian lebih. Menurut Roem, antara kegiatan di dalam kantor dan di luar kantor harus seimbang.

“Jangan sampai intensitas kegiatan di luar kantor lebih tinggi. Menjadi anggota DPR itu adalah mengabdi dan ukuran kerja yang bagus bagi anggota DPR adalah di dalam gedung. Melakukan rapat-rapat untuk membahas regulasi dan peraturan-peraturan daerah, termasuk membahas anggaran. Jadi, saya sangat khawatir dengan penguasaan mereka terhadap tugas pokok dan fungsi atau tupoksi sebagai anggota dewan,” papar politikus Partai Golkar ini.

Foto: Ketua DPRD Mohammad Roem Bersama Gubernur Sulawesi Selatan HM Nurdin Abdullah 

Dijelaskan oleh Mohammad Roem, yang bisa mempertemukan antara legislatif dan eksekutif adalah penguasaan terhadap peraturan dan itulah yang membuat anggota dewan bisa berperan.

“Mereka harus menguasai peraturan. Tapi kalau peraturannya tidak tahu, mereka tidak bisa membuat apa pun,” imbuhnya.

Sepanjang tahun Kementerian Dalam Negeri merancang kegiatan yang bernama bimbingan teknis (bimtek) yang menurut Roem, betul-betul harus dimaksimalkan.

“Selama satu minggu sebelum pelantikan juga ada diklat untuk anggota dewan yang baru terpilih. Meski begitu, program bimtek yang dilakukan beberapa kali dalam satu tahun oleh Kemendagri juga harus betul-betul dimanfaatkan untuk mengisi kekurangan. Jadi harus dimaksimalkan,’ terangnya.

Saat ini, anggota dewan yang terpilih banyak juga yang bukan kader partai politik (parpol), bahkan banyak di antara mereka yang berasal dari kalangan pengusaha dan teknokrat.

“Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan partai, karena partai juga ingin mendapat suara yang banyak. Nah, parpol akhirnya mencalonkan orang yang bukan dari kader partai. Ada kader luar yang bisa membiayai kegiatannya. Ada juga yang populer di masyarakat tapi minim kompetensi. Pengetahuan pemerintahannya, nol. Atau masih muda. Bukan berarti mereka tidak bagus, hanya ini yang perlu dipikirkan. Kelemahan-kelemahan yang ada ini, karena potret bakal anggota kita sudah tahu dan juga sudah diketahui kelemahannya. Itu harus sudah disiapkan,” papar Mohammad Roem.

Tantangan ke depan, kata Mohammad Roem, semakin besar. Oleh sebab itu, dengan memaksimalkan bimtek yang diselenggarakan lima kali dalam setahun itu bisa dimanfaatkan untuk mengingatkan masalah korupsi juga.

“Bukan sekedar untuk meningkatkan kompetensi, tetapi juga mengingatkan agar untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Itu bisa dikontrol oleh Kemendagri,” katanya.

Terlebih untuk anggota DPR baru yang baru saja mengeluarkan uang cukup besar saat kampanye hingga pemilu. Menurut Roem, ada saja di antara anggota yang kalau setelah dilantik uangnya bisa kembali. Bahkan katanya, rata-rata mengeluarkan banyak uang hingga mencapai Rp7 miliar.

“Saat kampanye, caleg untuk DPRD Provinsi Sulsel ini sudah mengeluarkan uang Rp 7 miliar besar, beda-beda tipis dengan caleg DPR RI. Mereka itu kebanyakan bukan dari kader partai. Mereka dicalonkan karena memiliki kemampuan dari segi finansial. Jelas ada juga di antara mereka yang tidak membutuhkan uang mereka kembali karena kemampuan finansial mereka yang besar itu tadi,” paparnya.

 Menurut Mohammad Roem, banyak orang tertarik untuk menjadi anggota dewan karena berbagai alasan, antara lain untuk meningkatkan status, popularitas, sampai ada yang punya kemampuan dalam hal finansial tapi menginginkan hal lain lagi.

“Mereka butuh popularitas, mereka butuh status. Ada orang yang mengeluarkan uang banyak untuk status, ya itu urusan mereka. Tapi ada juga yang mengeluarkan uang dengan berharap uangnya kembali bahkan berlebih,” tandasnya.

Dengan mengeluarkan uang dalam jumlah miliaran, lanjut Roem, satu caleg harus bisa menjaring ribuan suara. “Daerah Pemilihan yang mahal dan harus mendapat suara di atas 15 ribu hingga 20 ribu adalah di Makassar,” katanya.

Terkait banyaknya kasus hukum yang menjerat anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Mohammad Roem menilai sudah saatnya untuk meninjau ulang fungsi Badan Kehormatan.

“Kalau menurut saya, orang yang berada di Badan Kehormatan jangan ada yang dari anggota, tetapi orang dari luar. Karena fungsiya tidak berjalan, karena mereka sesama anggota. Jadi kesannya, masa jeruk makan jeruk. Jadi anggota Badan Kehormatan DPRD harus dari eksternal,” tegasnya.

Dulu, kata Roem, bahkan Anggota Badan Kehormatan ada yang dari anggota dan ada yang dari luar. Akan tetapi, sekarang semuanya adalah dari anggota yang membuatnya tidak berfungsi.

 “Ada keengganan untuk menindak sesama anggota. Jadi tidak berjalan. Harus dipikir ulang. Dari sisi kehadiran saja, sangat sulit untuk cuoroom. Apa lagi kalau sudah masuk tahun keempat dan tahun kelima masa jabatannya. Dari 500 orang anggota DPR RI, misalnya, yang hadir hanya 100 orang. Jadi semuanya lebih banyak disiasati dengan quorum fraksi. Ini sebenarnya kan gampang, Permendagri saja,” jelas Mohammad Roem.

Sebenarnya kerja sebagai Anggota DPR sangat ringan. Kata Roem, mereka hanya hadir jika ada undangan. Anehnya, kata Roem, untuk urusan kunjungan kerja, mereka umumnya hadir bahkan sering 100 persen.

“Kehadiran yang juga mencapai 100 persen adalah saat pelantikan. Sesudah itu, bubar, hilang satu persatu. Karena itu tadi, mereka hanya butuh status. Dengan status itu, mereka bisa mendapatkan uang dalam jumlah lebih besar,” katanya.

Oleh karena itu, kata Roem, sangat perlu dilakukan peninjauan ulang terkait badan kehormatan. Terkait sanksi, Roem menganggap bahwa sekarang sanksi yang diberikan kepada anggota terlalu longgar dan ke depan, mau tidak mau itu harus dipikirkan ulang.

“Melihat fenomena ini, sudah seharusnya parpol meninjau ulang lagi soal kaderisasi. Jadi yang bisa mencalonkan diri jadi caleg sebaiknya bergabung dengan parpol dulu untuk beberapa lama,” terang Mohammad Roem, politikus senior yang ramah.

Hal lain yang perlu diingatkan Mohammad Roem untuk anggota DPRD yang akan dilantik nanti adalah terkait ‘kutu loncat’ di tubuh parpol.

“Sebagai contoh untuk mencalonkan diri jadi kepala daerah di partai A, begitu menang dan selesai dilantik lalu pindah ke partai B, itu tidak boleh. Jadi, selama dia menjabat, dia seharusnya tetap di partai sebelumnya. Itu terkait etika. Itu semua harus diperbaiki kalau negara ini mau lebih baik, kebiasaan-kebiasaan buruk itu harus dihilangkan. Sudah waktunya berubah. Bersama-sama kita pikirkan kepentingan bangsa, jangan hanya memikirkan kepentingan partai atau kepentingan diri sendiri, tetapi pikirkan kepentingan bangsa,” pesan Mohammad Roem. otn/kop

Media Partner : otonominews.co.id

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version