JAKARTA | KopiPagi: Setelah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Asep Mulyana, kasus pengeroyokan di Tangerang Selatan (Tangsel), berhasil didamaikan melalui mekanisme keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ).
Adapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ) yaitu terhadap tiga tersangka, yakni Tersangka I Agus Nadi bin Tasma Sura, Tersangka II Muhammad Apriyan bin Agus Nadi dan Tersangka III Deriansyah bin Agus Nadi dari Kejari Tangsel, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.
Kejadian perkara bermula pada 28 Juli 2024 sekira pukul 17.00 WIB pada saat Saksi Korban Armad Dani baru sampai di kontrakannya di Gang Jambu, RT.004/RW.007, Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, Kota Tangsel, Tersangka III Deriansyah bin Agus Nadi datang berboncengan menggunakan sepeda motor bersama Saksi Vera Ulfa Sari.
Melihat hal tersebut Saksi Korban Armad Dani menegur Tersangka III yang sedang duduk di dalam kontrakan, namun Tersangka III hanya melihat Saksi Korban Armad Dani dan diam saja.
Selanjutnya pada hari Selasa tanggal 30 Juli 2024 sekira pukul 19.00 WIB, Saksi Korban Armad Dani mendengar ada suara orang marah-marah di depan kontrakannya, lalu ia keluar dari dalam kontrakannya.
Kemudian Saksi Korban Armad Dani melihat Tersangka I Agus Nadi bin Tasma Sura dan Tersangka III di luar kontrakan sambil Tersangka III menunjuk-nunjuk Saksi Korban Armad Dani dan berkata “Inu orangnya. Ini orangnya yang belagu ini”.
Saksi Korban Armad Dani berusaha bertanya dan menjelaskan permasalahan yang terjadi, namun Tersangka III tidak mau mendengar sehingga terjadi cekcok mulut antara Saksi Korban Armad Dani dan Tersangka III Deriansyah bin Agus Nadi, yang berlanjut dengan pemukulan oleh Tersangka III Deriansyah bin Agus Nadi kepada Saksi Korban Armad Dani, sehingga Saksi Korban Armad Dani memukul balik.
Melihat hal tersebut Tersangka I Agus Nadi bin Tasma Sura yang merupakan orang tua Tersangka III Deriansyah bin Agus Nadi menghampiri Saksi Korban Armad Dani dan menarik baju serta melakukan pemukulan, sedangkan Tersangka II Muhammad Apriyan bin Agus Nadi yang merupakan kakak Tersangka III Deriansyah bin Agus Nadi ikut memukul Saksi Korban Armad Dani dengan menggunakan bangku kayu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Visum Et Repertum (Visum Luar) Nomor: 20/SKV/RSSH/VII/2024 yang ditanda tangani oleh dr. Muhammad Ario Bagus B, telah melakukan pemeriksaan terhadap Saksi Korban Armad Dani dengan keterangan luka memar di dahi di sisi kiri, luka memar di bagian pelipis bagian kanan, dan luka lecet di dengkul kiri.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan Apsari Dewi, S.H. LL.M., Ph.D. dan Kasi Pidum Hifni S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Hika Deriya Fajar Rizki Asril Putra, S.H, M.Kn. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban dan keluarga Korban.
Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Tangsel mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Banten.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Dr. Siswanto, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu, 9 Oktober 2024.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum.
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan sosiologis.
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Asep Mulyana. *Kop.