Connect with us

HUKRIM

MIM Gugat Presiden, DPR RI, Gubernur dan DPRD Jawa Barat

Published

on

Oleh : Acep Jamalauddin.

Belakangan ini ruang publik kita disesaki dengan pro kontra isu Omnibus Law. Sangat disayangkan pemberitaan media dan analisis-analisis yang keluar, lebih melihat aspek pasal per pasal dari pada pertimbangan esensi dan filosofis dari RUU tersebut.

Tidak salah sebetulnya mengkaji pasal demi pasal sehingga kita bisa menemukan satu per satu kekeliruan pemerintah yang nyata mengabaikan kepentingan rakyatnya sendiri, demi membuka keran investasi asing yang belum tentu menghasilkan hal yang baik sebagaimana kerap dipaparkan oleh perwakilan pemerintah di berbagai media, dari namanya saja sudah terlihat jelas bahwa tujuan mendasar dari akan dibentuknya UU Cipta Kerja adalah menciptakan lapangan pekerjaan. Tema utama ini memang sangat menarik dan seolah memberikan angin segar.

Namun tatkala mengetahui caranya adalah dengan mengundang investasi asing, kita mulai disadarkan bahwa pemerintah sedang menunjukkan ketidakmampuannya dalam penciptaan lapangan pekerjaan secara mandiri, kreatif dan inovatif. Kesepakatan DPR RI untuk mengesahkan RUU Cipta kerja menjadi Undang-undang pada tanggal 5 Oktober 2020 memunculkan reaksi dari kelompok sektoral yaitu buruh, tetapi bukan hanya kelompok buruh saja, pada akhirnya kelompok mahasiswa yang ada di berbagai daerah pun ikut bereaksi keras terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja ini.

Bukan tanpa alasan Mahasiswa menolak ini di berbagai daerah karena Omnibus law sebagai metode pembentukan undang-undang baru, terkhusus dalam proses Pembentukan UU Cipta Kerja dirancang untuk memberikan kemudahan bagi investor agar semakin tertarik untuk datang ke Indonesia.

Tidak saja soal kepentingan yang berkaitan dengan kesejahteraan ekonomi namun juga berpotensi menyandera ruang hidup kita melalui kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan-lahan pertanian demi kemudahan investasi yang keuntungannya belum tentu mengalir ke kantong-kantong rakyat kecil. Alih-alih menciptakan kesejahteraan sosial, yang ada justru tersingkirnya sebagian besar rakyat dari sumber-sumber penghidupannya dan melebarnya kesenjangan ekonomi.

Omnibus Law merupakan paket RUU yang terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya RUU Minerba (Mineral dan Batu Bara) dan RUU Cipta Kerja. Kedua RUU tersebut saat ini sudah di sahkan. Pengesahan RUU Minerba (Mineral dan Batu Bara) dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2020, sedangkan RUU Cipta Kerja di sahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 semakin membuktikan bahwa Omnibuslaw adalah paket lengkap untuk melenggangkan investasi dan memperkuat kekuasan rezim yang korup serta memiliki nuansa oligarki di dalamnya yang selalu bermesraan dengan kapitalis.

Hal ini menunjukkan bahwa rezim sudah lalai untuk mengikuti amanah pembukaan UUD 1945 yang telah dibentuk oleh para founding father kita yang berbunyi “maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Adanya reaksi Pada tanggal 6, 7 dan 8 Oktober 2020 di berbagai daerah menyuarakan aksi penolakan pengesahan UU Cipta Kerja, hal ini membuktikan bahwa kelompok buruh, mahasiswa, pelajar dan elemen-elemen lainnya bersatu melawan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat dan mahasiswa itu sendiri ataupun pelajar para calon buruh selanjutnya.

Ketika terjadinya Gelombang aksi massa pada tanggal 6, 7, 8 Oktober 2020 banyak terjadi kekerasan fisik dan mental yang dilakukan aparat kepolisian terhadap semua lapisan masyarakat yang mencoba untuk menyampaikan tentang apa yang menjadi keluh kesah masyarakat terutama buruh dan mahasiswa. Bahkan ada ratusan mahasiswa dan pelajar yang dianggap melakukan pengrusakan lalu ditangkap aparat kepolisisan dengan dalih pengamanan. Maka dari itu Mahasiswa Indonesia Menggugat, mengutuk keras semua tindakan represifitas yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap mahasiswa.

Karena kami pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang kemudian akan melanjutkan estapet kepemimpinan sudah seyogyanya menjaga harga diri bangsa. Kami juga menyoroti statment Gubernur Provinsi Jawa barat pada tanggal 8 Oktober 2020 yang malu-malu untuk menolak UU Cipta Kerja di Provinsi Jawa Barat cenderung bermotif politis saja dan tidak bersungguh-sungguh mendukung gerakan rakyatnya di Jawa Barat, maka bersamaan dengan release ini dikeluarkan berikut adalah point – point mahasiwa Indonesia menggugat Presiden, DPR RI, Gubernur Jawa Barat dan DPRD Jawa Barat.

1. Menuntut perwakilan DPR RI yang berasal dari Daerah Pilihan Bandung-Cimahi untuk bertanggungjawab atas segala hiruk-pikuk dan keonaran yang terjadi akibat tidak tranparan dalam pembentukan UU Cipta Kerja. Sebagai bentuk tanggung jawab itu maka, kami menuntut dengan sesegera mungkin dipublikasikan draf final UU Cipta Kerja.
2. Tindak tegas pelaku represifitas terhadap mahasiswa.
3. Jangan rusak bumi Indonesia dengan UU Ciptaker Yang bersifat CILAKA!
4. Mahasiswa Indonesia Menggugat menolak tegas serta mengutuk Omnibus Law yang membawa malapetaka ke bumi Indonesia.

Penulis adalah

Juru Bicara, Mahasiswa Indonesia Menggugat (MIM).

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *