JAKARTA | KopiPagi : Pemblokiran terhadap aset-aset diduga merupakan hasil tindak pidana atau hasil kejahatan baik yang berada di dalam maupun di luar negeri merupakan aspek fundamental dalam pemulihan aset.
Karena itu menurut Kepala Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan RI Amir Yanto, aspek hukum dan administrasi terkait pemblokiran serta mitigasi risiko harus ditingkatkan jajaran kejaksaan, seiring dengan terbangunnya kerjasama pemulihan aset yang baik.
”Baik dalam lingkup domestik maupun lingkup internasioanl,” tutur Amir saat menjadi pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Mengurai Kompleksitas Pemblokiran” dalam penegakan hukum yang diselenggarakan Komisi Kejaksaan RI di Jakarta, Kamis (19/09/2024).
Dia sebelumnya menyebutkan salah satu tahapan dalam pemulihan aset adalah pengamanan aset yang dilakukan untuk menjaga keutuhan, kualitas dan nilai ekonomis.
“Pengamanan aset bisa dilakukan secara administratif, fisik maupun hukum oleh kejaksaan selaku dominus litis. Karena lembaga kejaksaan tidak hanya berfungsi sebagai penuntut umum. Tapi juga pelaksana putusan hakim (eksekutor),” ujarnya.
Amir menuturkan untuk pengamanan secara administrasi dilakukan dengan cara barang sitaan seperti tanah dan bangunan dibuatkan papan penyitaan dan dimintakan pemblokiran ke kantor pertanahan setempat guna mencegah barang sitaan pindah tangan.
“Selain meminta bantuan aparat pemerintah dan keamanan setempat untuk menjaga barang sitaan tidak pindah tangan,” ucap Amir yang dalam FGD menyampaikan materi dengan judul “Optimalisasi Pemblokiran Sebagai Instrumen Asset Recovery”
Namun, ujarnya, dalam pemblokiran harus juga memitigasi kondisi-kondisi yang berpotensi membuat pemulihan aset tidak berjalan optimal.
“Karena banyak aset, khususnya tanah dan bangunan terdapat hak tanggungan.”
Karena itu, kata Amir, dalam penyelesaiannya diperlukan koordinasi efektif dengan pihak bank selaku pemilik hak tanggungan, guna win win solutions sehingga pemulihan aset berjalan efektif dengan hasil yang maksimal.
Adapun, tutur Amir, pihaknya dalam melakukan pemulihan aset telah melakukan kerjasama yang baik dan efektif di lingkungan Kejaksaan yaitu dengan JAM Pidsus, JAM Pidum, JAM Datun, JAM Intelijen serta stake holders lainnya.
Antara lain, ucapnya, dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruangan/Badan Pertanahan Nasiolan (ATR/BPN) terkait pemblokiran aset tidak bergerak berupa tanah maupun bangunan.
“Kemudian dengan Otoritas Jasa Keuangan, PPATK dan Penyedia Jasa Keuangan di sektor perbankan dan pasar modal. Terkait penelusuran, pengamanan dan pemblokiran aset berupa produk perbankan dan pasar modal,” ucap mantan Kajati Sumatera Utara ini.
Dibagian lain Amir menyebutkan dalam rangka mewujudkan BPA sebagai “Central Authority” dalam pemulihan aset maka perlu mengembangkan platform pemulihan aset yang ideal baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Kemudian kesiapan sistem yang memuat data dan informasi serta kelengkapan dokumen legal yang lengkap dan meyakinkan. Serta memperkuat jaringan informal yang telah ada seiring membangun jaringan formal dari negara ke negara,” ujarnya.
Selain itu, katanya, perlu membentuk lebih dari satu jalur kerja sama (multi pendekatan) dan dilakukan dengan koordinasi yang baik serta komitmen penegakan hukum yang dilakukan secara serius dan konsisten.
Kegiatan FGD dihadiri Ketua Komjak Pujiyono Suwadi dan Komisioner Komjak lainnya serta menghadirkan sejumlah nara sumber. Yaitu dari Bidang Pidana Khusus dan Pidana Umum pada Kejaksaan Agung, PPATK, OJK dan Kementerian ATR/BPN.