Oleh : Wibisono.
Wibisono
Asal-usul dan Sejarah Pemikirannya keadilan sosial berasal dari kata “adil” bahasa arab al- adl, yang berarti lurus dalam jiwa.
Sedangkan pandangan Plato mengkonsepsikan keadilan pada tataran moral, dimana keadilan menjadi nilai yang sangat dijunjung tinggi oleh segenap lapisan masyarakat.
Keadilan yang rasional mengambil sumber pemikirannya dari prinsip-prinsip umum dari rasionalitas tentang keadilan. Keadilan yang rasional pada dasarnya mencoba menjawab perihal keadilan dengan cara menjelaskannya secara ilmiah, atau setidak-tidaknya kuasai-ilmiah, dan itu semua harus didasarkan pada alasan-alasan yang rasional.
Sementara keadilan yang metafisik, mempercayai eksistensi keadilan sebagai sebuah kualitas atau suatu fungsi di atas dan di luar mahkluk hidup, dan oleh sebab itu tidak dapat dipahami menurut kesadaran manusia berakal.
Pengertian keadilan memiliki sejarah pemikiran yang panjang, dalam diskursus hukum, sifat dari Keadilan itu dapat dilihat dalam 2 arti pokok, yakni dalam arti formal yang menuntut bahwa hukum itu berlaku secara umum, dan dalam arti materil, yang menuntut agar setiap hukum itu harus sesuai dengan cita-cita keadilan masyarakat menyatakan bahwa keadilan itu asalnya dari inspirasi dan intuisi.
Proses “stigmatisasi” sosial yang umumnya mengandalkan pandangan klise, dari satu sisi, cenderung mendiskreditkan atau memperlakukan seseorang dengan sistem peng-kotak-an yang dianggap tidak adil. Pandangan ini terformat sedemikian rupa, sehingga manusia mewarisi bingkai pemikiran apriori kala berhadapan dengan individu atau kelompok sosial tertentu.
Pandangan dan pendekatan apriori ini acapkali jatuh ke lembah ketidakadilan yang cenderung menguntungkan satu pihak. Stigmatisasi ini terkait pandangan statis yang terkait dengan pelestarian “status quo” golongan sosial tertentu.
Kesadaran batiniah dan cita-cita dasar “the founding fathers” untuk menegakkan keadilan sosial perlu segera dikumandangkan kembali oleh penguasa negeri ini dalam penanganan kasus-kasus korupsi dan penerapan hukum tebang pilih, Keadilan (bukan sekadar “rasa”) seharusnya melandasi tiap langkah prosedural dunia hukum kita tanpa menyertakan kepentingan-kepentingan terselubung di balik suatu pembedahan kasus hukum.
Di negara kita, sejak zaman penjajahan, di era orde baru bahkan dalam beberapa dekade terakhir, sudah tidak ada keadilan sosial, kesenjangan ekonomi yang ada adalah kepentingan oligarki, Apakah para elit kekuasaan ini masih akan membiarkan ketidakadilan sosial bertumbuh di negara kita?
Ekonomi Pancasila
Ekonomi Pancasila tepat dalam mewujudkan keadilan sosial, dapat didefinisikan sebagai bentuk pengelolaan ekonomi Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila, sebagai “way of life” bangsa Indonesia. Way of life adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, yang diterjemahkan dengan aturan-aturan yang dibuat untuk mencapai kesejahteraan yang dicita-citakan. Dengan demikian, ekonomi Pancasila adalah ekonomi yang pengelolaannya haruslah berpedoman pada nilai-nilai Pancasila, yang kemudian diterjemahkan ke dalam aturan-aturan dan kebijakan untuk mencapai tujuan atau yang dicita-citakan oleh para “founding fathers” ketika memerdekakan dan mendirikan Bangsa ini.
Tujuan akhir dari kemerdekaan dan berdirinya Negara Republik Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, cita-cita yang hendak diwujudkan dalam konteks pembangunan, termasuk pengelolaan ekonomi Indonesia, adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera dan terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ***
Penulis adalah : Pengamat Kebijakan Publik