JAKARTA | KopiPagi : Setelah melalui proses gelar perkara (ekspose) secara virtual, Jampidum Asep Mulyana akhirnya memutuskan sebanyak 17 perkara pidana umum dari beberapa kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia, dilakukan permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ)-nya.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Senin (20/01/2024), menyebutkan, salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Muhiddin Bin Muh Muis dari Kejaksaan Negeri Grobogan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi bermula pada hari Rabu tanggal 11 Desember 2024 sekira pukul 14.00 WIB ketika Tersangka sedang berjalan melintasi rumah Saksi Korban Mohammad Subakir bin Sudar (Alm) yang beralamat di Dusun Tugu RT. 08 RW. 01 Ds. Pahesan, Kecamatan Godong, Grobogan, dalam kondisi tidak ada orang.
Tersangka yang saat itu sedang mengalami kesulitan finansial karena terlilit hutang untuk membantu biaya pengobatan ibunya di Madura.
Tersangka yang mengetahui letak penyimpanan kunci rumah Saksi Korban langsung mengambil kunci tersebut dan masuk ke dalam rumah untuk mengambil 1 unit sepeda motor Honda Vario 150 warna hitam tahun 2017 dengan nomor polisi K-6499-AEF, lalu membawa pergi sepeda motor tersebut.
Akibat dari perbuatan Tersangka, Saksi Korban Ahmad Dwi Afrianto mengalami kerugiar materiil yang ditaksir seilai Rp15.kuta.
Akan tetapi, barang yang dicuri oleh Tersangka telah disita dan dijadikin barang bukti yang kemudian akan dikembalikan kepada Saksi Korban.
Sehingga, kerugian yang dialami Saksi Korban adalah nol atau dapat dipulihkan.
Bahwa Saksi Korban telah menganggap Tersangka sebagai anaknya sendiri, sehingga memaafkan perbuatannya.
Dan atas kemauannya, Saksi Korban menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Grobogan.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Grobogan Daniel Panannangan, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Widhiarso Dwi Nugroho, S.H., M.H., serta Jaksa Fasilitator Thesa Tamara Sanyoto, S.H. telah memfasilitasi untuk dilakukan mekanisme restorative justice yang disepakati oleh kedua belah pihak. Permohonan tersebut disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose Restorative Justice.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana meminta para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. *Kop.
Editor : Syamsuri.