JAKARTA | KopiPagi : Jaksa Agung Muda Pidsus Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Asep Nana Mulyana, menyetujui 6 perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Selasa (13/08/2024), menyatakan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
“Ekspose dihadiri bapak Jampidum Asep Mulyana,” ujar Harli Siregar.
Adapun keenam perkara tersebut adalah :
1.Tersangka Afriyanto Runtulemba Dauhan, SH dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
2.Tersangka Dendy Christian Kanalung dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3.Tersangka Janli Makakendung dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4.Tersangka Martinus Seni Welan als Jemes dari Kejaksaan Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5.Tersangka Bambang als Ambang bin La Subai dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6.Tersangka Marselino Efrayen Yeremia Parrtranie dari Kejaksaan Negeri Bitung, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
- Tersangka belum pernah dihukum.
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
- Pertimbangan sosiologis.
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” katanya.
Jampidum Asep Mulyana juga menyetujui 1 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif dalam tindak pidana narkotika.
Adapun berkas perkara yang diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif dan disetujui untuk direhabilitasi yaitu Hardianto alias Anto dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang, yang disangka melanggar Pasal 127 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Alasan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
- Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, Tersangka positif menggunakan narkotika.
- Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
- Tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian 1 hari.
- Berdasarkan hasil asesmen terpadu, Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika.
- Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang.
- Ada surat jaminan Tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kupang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” katanya. *Kop.
Editor : Syamsuri.