Bamsoet saat memberikan kuliah 'Sistem Politik dan Masalah Regional-Nasional Kontemporer', Pascasarjana Program Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional, Unhan. Ist.
JAKARTA | KopiPagi : Ketua MPR ke-16 sekaligus dosen tetap Pascasarjana Universitas Pertahanan RI (Unhan) Bambang Soesatyo menuturkan keamanan kawasan merupakan kondisi yang dibutuhkan dalam kerjasama antar negara. Keamanan kawasan dapat membentuk keamanan internasional ataupun konflik internasional.
Keamanan kawasan juga sangat berhubungan dan mempengaruhi keamanan nasional negara yang terletak di dalam kawasan yang bersangkutan.
“Suatu kawasan yang aman akan mendukung stabilitas ekonomi maupun politik negara-negara yang berada dalam kawasan tersebut, misalnya ASEAN dan Uni Eropa. Sebaliknya, kawasan yang penuh konflik akan mengancam keamanan nasional di dalamnya, seperti konflik nasional dan regional di Timur Tengah yang berkepanjangan,” ujar Bamsoet saat memberikan kuliah ‘Sistem Politik dan Masalah Regional-Nasional Kontemporer’, Pascasarjana Program Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional, Unhan, secara daring, di Jakarta, Kamis (26/09/2024).
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, ancaman terhadap keamanan kawasan dapat berakibat terhadap dua hal. Pertama, ancaman dapat mengganggu keamanan kawasan. Kedua, ancaman justru dapat menciptakan kerjasama kawasan untuk menghilangkan ancaman tersebut. Karenanya, korelasi keduanya menuntut negara-negara di kawasan untuk mengkompromikan kepentingan nasional masing-masing ke dalam kepentingan kawasan.
“Ada empat kriteria ancaman terhadap keamanan nasional yaitu ancaman balance of power contest, grass fire conflicts, intra state conflicts dan transnational threat. Pertama, maksud balance of power contest bahwa ancaman muncul karena adanya keinginan antara negara-negara di kawasan untuk menguasai aspek-aspek tertentu. Keinginan tersebut menyebabkan masing-‐masing negara saling berlomba dalam memenangkan kepentingannya dan tidak menempuh upaya kerjasama,” kata Bamsoet.
Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Trisakti dan Universitas Jayabaya ini memaparkan, grass fire conflicts adalah ancaman yang berupa konflik yang terjadi antarnegara karena permasalahan-permasalahan lokal. Pada umumnya, konflik ini didorong oleh permasalahan mendasar yang memang sudah ada dan menjadi sengketa. Seperti, permasalahan politik, ekonomi, dan etnis yang melibatkan banyak isu di masing-‐masing negara.
Ketiga, intra state conflicts yaitu ancaman kawasan yang berupa konflik internal di suatu negara tertentu di dalam satu kawasan. Konflik tersebut memiliki potensi untuk mempengaruhi hubungan dengan negara lain yang memiliki hubungan tidak langsung terhadap konflik. Misalnya, konflik etnis minoritas di satu negara di mana etnis tersebut justru menjadi etnis mayoritas di negara yang lain. Contohnya etnis Rusyin sebagai minoritas di Ukraina, tetapi mayoritas di Rusia.
“Keempat, transnational threats. Ancaman ini tidak berasal dari isu keamanan tradisional seperti layaknya ketiga ancaman sebelumnya. Ancaman keempat ini merupakan konflik yang berasal dari masalah lingkungan, ketidakadilan ekonomi, politik, sosial, kesehatan dan juga isu-isu migrasi. Ancaman ini tidak selalu memerlukan penanganan secara militer. Tetapi jika tidak segera ditangani akan mengancam kawasan secara keseluruhan, tidak hanya satu negara saja,” pungkas Bamsoet. *Kop.