Connect with us

REGIONAL

Demi Menjaga Kepercayaan Umat : Penyeleweng Dana Zakat Harus Dihukum Berat

Published

on

Semarang | KopiPagi : Penegakan hukum pidana dalam pengelolaan zakat di Indonesia masih jauh dari memadai. Diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk mewujudkan gagasan tersebut. Jika tidak, dikawatirkan pelanggaran, penggelapan, penyalahgunaan, dan ketidaktransparansian dalam pengelolaan dana zakat di Indonesia akan terus berlangsung.
Demikian rangkuman pendapat yang disampaikan oleh Hallasurra Alisain Chandrakirana, mahasiswi Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang dalam karya akhirnya untuk mendapat gelar sarjana hukum dengan judul: “Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Pengelolaan Zakat”.
Hallasurra berhasil mempertahankan argumentasinya dalam sebuah sidang skripsi dengan penguji Prof. Dr. Hj. Sri Endah Wahyuningsih, S.H.,M.Hum sebagai ketua, Dr. Dahniarti Hasana, S.H.,M.Hum, dan Dr. Hj.Sri Kusriyah, S.H., M.Hum sebagai anggota pada Selasa (20/02/2024) di Kampus Kaligawe Semarang. Ketiga penguji merupakan pengajar di Fakultas Hukum Unissula.
“Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang di Indonesia belakangan ini menunjukkan adanya kebutuhan dan hak dasar warga negara yang belum sepenuhnya terpenuhi. Negara belum maksimal dalam memberikan pelayanan sosial. Islam sebagai agama hadir membawa komitmen untuk mendukung pemerataan kesejahteraan sosial tersebut melalui sebuah sistem yang bernama zakat. Melalui zakat, umat Islam dapat berpartisipasi dalam mengentaskan kemiskinan secara terlembaga. Namun sayangnya terdapat praktek pengelolaan zakat yang menyimpang”, ungkap Hallasurra.
Perempuan kelahiran Jakarta 2 November 2002 tersebut merasa resah melihat sejumlah praktek culas para pengelola zakat. Kasus korupsi dan penggelapan dana Zakat Infak Sedekah (ZIS) yang terjadi pada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bengkulu pada kurun 2019-2020 tentu saja sangat disayangkan. Kementerian Agama RI pernah merilis adanya 108 lembaga pengelolaan zakat yang tidak berijin dan berpotensi menyalahgunakan dana zakat. Terdapat juga tragedi manajemen kelompok Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang menyimpangkan dana zakat dan dana kedermawanan lainnya untuk kepentingan pribadi. Lebih parah, kata Hallasurra, terjadi peristiwa penggalangan dana zakat untuk membiayai terorisme yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA).
Untuk menjerat pelaku tersebut polisi sering menggunakan pendekatan undang-undang tindak pidana korupsi. Polisi sepertinya kesulitan dalam  memberikan perspektif hukum yang tepat pada kasus penyalahgunaan dana zakat. Salah satu sebabnya, menurut Hallasurra karena lemahnya sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh mantan duta Fakultas Hukum Unissula 2022 tersebut, ia menemukan adanya tumpang tindih aturan undang-undang pengelolaan zakat dan undang-undang tentang keuangan negara. Penegak hukum mengaku kesulitan mengetahui asal muasal dana yang diselewengkan, apakah bersumber dari keuangan negara atau dari dana zakat. Karenanya Hallasurra mengusulkan agar negara segera merevisi undang-undang tentang pengelolaan zakat sehingga  lebih operasional dan singkron dalam melindungi kepentingan para pembayar zakat dan penerima manfaat.
Pemerintah juga disarankan membuat kampanye dan edukasi yang efektif sehingga kesadaran masyarakat dan para pemangku kepentingan tentang zakat semakin meningkat.
Dengan memperkuat fungsi pengaturan dan pengawasan dalam pengelolaan zakat, pemerintah sebenarnya sudah berada dalam jalur yang benar. Lembaga zakat semestinya melakukan audit eksternal secara berkala supaya ada semangat transparansi dan kepercayaan publik lebih terjaga. Adapun pelanggar hukum dalam pengelola zakat sudah seharusnya diberi sangsi yang seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera. *Kop.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *