Beranda FOOD ESTATE Masyarakat Petani Hutan di Pulau Jawa, Nantikan Penetapan KHDPK

Masyarakat Petani Hutan di Pulau Jawa, Nantikan Penetapan KHDPK

1053
0

TULUNGAGUNG | KopiPagi : Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus atau KHDPK sangat dinanti oleh petani petani kecil ditepi hutan, khususnya hutan hutan di Pulau Jawa. Harapan ini Hal terungkap dari seri webinar yang digelar pojok desa, yakni webinar di forum pojok desa, Selasa 18 dan 22 Januari, tak kurang ratusan peserta dari Webinar ini dan juga dari foum chat di youtube channel Forum Pojok Desa, Selasa (25/01/2022).

Perhutanan Sosial merupakan program penting di era pemerintahan Jokowi sejak 2015. Praktik Perhutanan Sosial sendiri sebenarnya sudah lama dilakukan oleh petani dan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan atau sekitar hutan, bahkan banyak yang sudah dilakukan turun temurun bergenerasi. Namun pengakuan dan perlindungan negara lebih dirasakan dalam era ini dengan dikeluarkannya berbagai aturan terkait serta kebijakan yang menjadikan program Perhutanan Sosial sebagai program penting pemerintah.

“Program ini begitu esensial karena menyangkut kehidupan jutaan orang miskin yang tinggal di kawasan hutan. Data menunjukan sekitar sepertiga orang miskin Indonesia tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan,” jelas Swary Utami Dewi, anggota Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial (TP2PS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat memoderatori acara Webinar dari Forum Pojok Desa.

Tami memaparkan bahwa Negara hadir, bukti kehadiran negara ini dengan munculnya Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Permen LHK) terbaru tentang Perhutanan Sosial telah dikeluarkan pada 2021, yakni Permen LHK 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

“Permen ini sendiri merupakan aturan pelaksanaan dari ketentuan pasal 247 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan,” jelasnya.

Menurutnya, Khusus diarea Jawa, karena selama ini pengelolaan hutan di Jawa banyak dimandatkan kepada Perhutani (BUMN bidang kehutanan), maka aturan Perhutanan Sosial akan diatur dalam Permen tersendiri.

“Kebijakan Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus atau KHDPK untuk Perhutanan Sosial di Jawa inilah yang sedang dipersiapkan,“ jelas Alumnus Fisip UI ini lebih lanjut.

Swary Utami Dewi.

Menurut  aktifis perhutanan ini acara Forum Pojok Desa merupakan  sebuah forum yang konsisten menyerap suara dari kalangan tingkat tapak. Dari mulai Petani hutan, pengurus KTH, penggiat desa, pendamping perhutanan  dan lainnya  merupakan naras umber utama dari forum ini.

“Ini forum yang konsisten bagi petani dan masyarakat terkait untuk menyuarakan langsung harapan dan keinginan mereka terhadap kebijakan pemerintah,“ tutur Tami. Menurutnya  harapan mereka tentang Perhutanan Sosial di Jawa dan  Hal apa saja yang harus ada dalam Permen tersebut untuk memastikan perlindungan dan jaminan keadilan bagi para petani yang terlibat, serta hal-hal terkait lainnya.

Sementara itu anggota TP2PS lainnya yakni Chairudin Ambong mengatakan bahwa  harapan  masyarakat desa di pulau jawa, khususnya des desa yang beririsan dengan hutan adalah agar KHDPK cepat ditetapkan.

Chairudin Ambong.

“Penetapan KHDPK ini adalah  perlindungan dan jaminan keamanan penghidupan pada para petani kecil  ditepi hutan yang memang menggantungkan hidup dari sumber daya hutan. Konteks KHDPK diharapkan mampu mendorong Perhutanan Sosial dengan semangat pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, adalah perlu mendoromg aturan KHDPK yang mencakup upaya kelola kawasan, kelembagaan dan usaha bagi kelompok-kelompok tani kecil yang selama ini berjuang untuk memperbaiki nasib dan kehidupannya,“ jelas eks aktifis Pijar Indonesia dan ALDERA  yang kini juga Sekretaris Pojok Desa.

Sementara itu Aryo Naldo, aktifis penggiat perhutanan sosial dan juga pendamping  di area Ciamis dan Tasikmalaya jawa barat mengatakan bahwa penetapan KHDPK dinantikan.

“Semangat perhutanan sosial adalah semangat pemberdayaan ditingkat bawah, semangat ini akan dibuktikan para petani hutan untuk bisa mengelola lahan hutan dengan baik, hutan makin lestari dan rakyat sejahtera,“ jelasnya.

Sementara Lukman Hakim dari Banyuwangi pun mengatakan bahwa  bukti Perhutanan Sosial diadakan di Pulau Jawa karena selama ini banyak hutan yang rusak.

“Perhutanan sosial di pulau jawa ada, karena selama ini hutan rusak, pihak diserahi mengelola tak mampu bekerja dengan baik, sehingga pemerintah memberi kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola hutan”, jelasnya lantang.

 Hal senada juga diungkap Muhamad Nur Wahid,  anggota Percepatan Perhutanan Sosial di Jawa Timur. Wahid mengatakan bahwa KHDPK adalah bentuk ketegasan dari pemerintah untuk memberikan Amanah yang baik kepada masyarakat untuk mengelola hutan dengan baik,  mengelola keorganiasian kelompok tani hutan dengan baik dan juga mengelola kehidupan ekonomi dari pemanafaatan hutan dengan baik.

“Hutan harus lestari dan dijaga, ekonomi juga harus sejahtera, itu pakem utama yang harus dijaga”, jelasnya.

Secara terpisah, Guntur Bimo yang dikenal sebagai Lurah Pojok Desa mengatakan bahwa webinar Pojok Desa  itu berseri.  Pria yang biasa disapa “mbah Lurah “ ini menjelaskan bahwa dirinya tengah melakukan pendampingan dan penelitian di area Lumajang, Malang selatan, Blitar dan Tulung agung.

“Saya sudah 2 bulan di area tersebut, kali ini sudah hampir sebulan di Tulung agung,  menemani para penggiat dari Pojok Desa melakukan pendampingan terhadap 12 desa  di Kecamatan Kalidawir, 3 desa dari Pucang Laban dan 1 desa dari kecamatan Rejotangan.

“Ini webinar ke 42, live di TV desa dan Youtube, semua terdokumentasi, agar yang butuh informasi menyangkut soal desa dan perhutanan sosial bisa membuka dokumentasi ini “,  jelasnya saat dihubungi. Menurutnya Forum Pojok Desa lebih diutamakan untuk mendengar suara suara dari tingkat tapak.

“Nara sumber kami adalah para petani dan stake holder utama dari setiap masalah ditingkat desa dan sekitarnya. Jika ada akademisi dan intelektual adalah karena mereka yang juga terlibat penuh diurusan  desa dan hutan,“ jelas Pendiri Pojok Desa dan mantan aktifis mahasiswa 80-an dan salah satu pendiri dari Pijar Indonesia.

“Pojok Desa juga melakukan jajak pendapat atau polling  terhadap peserta, kelompok petani hutan, kelompok Lembaga masyarakat desa hutan dan juga kelompok pendamping, anggota PPS dan juga anggota TP2PS hingga jajaran regulator di Kementerian terkait dan penatapan KHDPK adalah sebagai bentuk dari hadirnya negara memberikan kepastian terhadap Perhutanan sosial itu sendiri. Dari aspek regulasi sampai penetapan area lahan, khususnya di Pulau Jawa. Dimana lahan Perhutanan sosial akan dipisahkan dari lahan hutan yang dikelola Perhutani,“ jelasnya. *Gat/Kop.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here