Beranda NASIONAL Wakil Jaksa Agung : Tingkat Maturitas SPIP Kejaksaan Capai Level 3

Wakil Jaksa Agung : Tingkat Maturitas SPIP Kejaksaan Capai Level 3

1114
0

KopiPagi | JAKARTA : Tingkat maturitas (kematangan) Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Kejaksaan RI rata-rata mencapai Level 3 dengan indikator penilaian adanya praktik pengendalian intern terdokumentasi dengan baik dalam implementasi SPIP tahun 2020.

Demikian dikatakan Wakil Jaksa Agung RI, Setia Untung Arimuladi, dalam sambutannya pada webinar Peningkatan Maturitas SPIP Kejaksaan RI dengan tema “Manajemen Resiko” di Jakarta, Selasa (14/09/2021).

“Tingkat maturitas atau kematangan SPIP menunjukkan kualitas proses pengendalian terintegrasi dalam pelaksanaan sehari-hari tindakan manajerial dan kegiatan teknis di lingkungan Kejaksaan,” ujar Untung.

Dia mengatakan,, unsur penilaian resiko penyumbang terbesar dalam ketidak berhasilan pencapaian level maturitas SPIP, persoalan mendasar terkadang bahwa manajemen resiko belum menjadi aktivitas sehari-hari, selain budaya resiko yang harus dibangun, struktur manajemen resiko juga memainkan peran penting dalam meningkatkan maturitas SPIP.

Ditegaskan Untung, Kejaksaan RI telah menetapkan peraturan Kejaksaan Nomor 6 tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Resiko di lingkungan Kejaksaan RI. Hal ini dilakukan guna mengakomodir amanat pelaksanaan reformasi birokrasi terkait penerapan SPIP di lingkungan Kejaksaan RI.

“Dimana upaya manajemen resiko pada tingkat pusat di koordinasikan oleh bidang pengawasan dan di inisiasikan pelaksanaannya, baik dari level pusat maupun level satuan kerja daerah, sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki,” jelasnya.

Dikatakan Untung, sebagai lembaga penegak hukum, Kejaksaan harus terus mengikuti perkembangan zaman terutama di era digitalisasi saat ini.

Digitalisasi Kejaksaan nantinya diharapkan menyentuh tata kelola dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari baik itu menyentuk aspek tata kelola perkantoran, persuratan, administrasi perkara, pelayanan publik dan manajemen resiko di Kejaksaan dengan basis teknologi informasi atau elektronik.

Penerapan teknologi informasi dan komunikasi di Kejaksaan merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan tugas dan fungsi yang berbasiskan digital.

“Hal ini guna meningkatkan transparansi dan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien sebagaimana dalam Instruksi Jaksa Agung RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hasil Rapat Kejaksaan RI tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020, sebagai bentuk dan arah kebijakan Kejaksaan yang bersifat mengikat dan wajib diimplementasikan diantaranya terkait digitalisasi kejaksaan,” tutur Untung.

Menurut Untung, teknologi memperoleh perhatian lebih karena berkaitan dengan aplikasi manajemen resiko yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi melalui simplifikasi proses manajemen resiko yang sangat kompleks, sehingga dapat mempercepat dan meminimalisasi waktu.

“Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah perlunya sistim informasi yang dapat membantu otomatisasi proses perolehan data, penyimpanan dan validasi data serta komunikasi dan penelusuran informasi dalam register resiko,” papar Untung.

Sebelumnya Untung mengatakan, webinar Peningkatan Maturitas SPIP Kejaksaan RI dilaksananakan dalam rangka penguatan dan konsistensi pelaksanaan program Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kejaksaan RI.

Reformasi birokrasi merupakan sebuah resolusi kinerja menuju semangat perubahan yang hendaknya terus melandasi jiwa dan perjuangan dalam melaksanakan tugas, semakin adaptif terhadap perubahan, selalu bekerja keras, inovatif, kreatif dan tepat sasaran dalam menjalankan program kerja sesuai dengan tugas dan fungsi dalam bekerja.

Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal mendukung program pemerintah untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan organisasi Kejaksaan RI yang baik, efektif dan efisien.

“Sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat dan profesional guna terwujudnya good governance dan clean government aparatur Kejaksaan yang bersih dan bebas dari KKN serta terciptanya pelayanan prima dan meningkatkan akuntabilitas kinerja,” katanya.

Wakil Jaksa Agung menyampaikan, pelaksanaan Reformasi Birokrasi telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dimana Kementerian PANRB telah menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 26 tahun 2020 tentang pedoman evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi.

“Hal ini merupakan kebijakan penilaian mandiri pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) yang berbasis prinsip Total Quality Management dan digunakan sebagai metode untuk melakukan penilaian serta analisis yang menyeluruh terhadap kinerja suatu instansi,” jelasnya.

Reformasi Birokrasi merupakan “rumah besar” bagi pelaksanaan SPIP dan Manajemen Resiko sebagaimana terdapat dalam komponen pengungkit yang dibagi menjadi 8 area perubahan, khususnya pada area penguatan pengawasan.

Secara garis besar area penguatan pengawasan ini bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN dengan target yang ingin dicapai adalah :

  1. Meningkatnya kepatuhan dan efektivitas terhadap pengelolaan keuangan negara;
  2. Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang;
  3. Meningkatkan sistem integritas dalam upaya pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

“Mekanisme pengukuran pencapaian target keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi sebagaimana maksud diatas digunakan indikator yang ada dalam aspek pemenuhan, aspek hasil antara dan aspek reform,” kata Untung.

Lebih lanjut dikatakan Untung, penerapan SPIP dan Manajemen Resiko berada pada indikator yang ada dalam aspek pemenuhan dan aspek hasil antara (dengan hasil penilaian SPIP).

“Terkait penerapan SPIP, khususnya di lingkungan Kejaksaan RI dengan memperhatikan kondisi-kondisi sebagai berikut telah terdapat peraturan pimpinan organisasi tentang SPIP, telah dibangun lingkungan pengendalian, telah mengidentifikasi lingkungan pengendalian, telah dilakukan penilaian risiko atas organisasi atau unit kerja, telah dilakukan kegiatan pengendalian untuk meminimalisir risiko yang telah diidentifikasi, SPI telah diinformasikan dan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait, telah dilakukan pemantauan pengendalian intern dan unit kerja telah melakukan evaluasi atas Penerapan SPI,” tutur Untung. ***

Pewarta : Syamsuri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here