JAKARTA | KopiPagi : Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ), yakni penghentian penuntutan perkara secara damai tanpa melalui pengadilan, terus diterapkan Kejaksaan RI.
Kali ini Jaksa Agung Burhanudin melalui Jampidum Asep Mulyana menghentikan penuntutan sebanyak 14 perkara berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jampidum Asep Mulyana melalui Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Selasa (20/08/2024), menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Asep Mulyana.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum.
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan sosiologis.
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Asep Mulyana.
Dalam kesempatan yang sama Jampidum Asep Mulyana juga menyetujui 2 perkara narkoba dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ.
Kedua perkara tersebut adalah :
1.Tersangka Ahmad Romadlhon alias Idon bin Rustamaji dari Kejaksaan Negeri Brebes yang disangka melanggar Primair Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Subsidair Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
2.Tersangka Florencia Irena Hermawan anak dari Dicky Hermawan dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang yang disangka melanggar Kesatu Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, Tersangka positif menggunakan narkotika;
Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Berdasarkan hasil asesmen terpadu, Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika.
Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang.
Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan RJ.
“Hal ini berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” tutur Asep Mulyana. *Kop.